Senin, 19 Desember 2011

Cerita NaruHina versi XXX

CERITA NARUHINA


PERINGATAN!!!!!!!
NO SENSOR
JAGA AGAR IMAN DI ATAS 90%
JANGAN DI BAWA MENHAYAL
Anak kecil dilarang masuk(Kalau gk ketahuan ama pembuat cerita sih gak papa)

ENJOY!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!





"Hah~" si pirang menghela nafasnya, lelah. Dia tidak menyangka bakal semelelahkan ini untuk merapikan buku-buku perpustakaan sekolahnya. Dan yang tidak disangka si pirang ini adalah, kenapa perpustakaan sekolahnya ini sangat luas sekali? Oh, ayolah, si pirang ini kan tidak pernah ke perpustakaan? Jadi wajar saja kalau dia tidak tahu berapa luas perpustakaan sekolahnya kan?
"Naruto-kun..."
Sebuah panggilan halus dari belakangnya [yang kemungkinan besar adalah seorang wanita] menghentikan sementara pekerjaan atau hukuman si pemilik mata berwarna biru langit tersebut.
Ditengokan kepalanya kearah sumber suara tersebut. Ah, perkiraannya ternyata benar, dihadapannya atau dibelakangnya kini tengah berdiri seorang gadis manis berambut indigo panjang bermata lavender yang tertutupi kacamata cukup tebal. Hyuuga Hinata, kepala perpustakaan sekolah sekaligus teman sekelas si pirang dan juga... orang yang disukainya.
Eh, tunggu dulu, seorang preman sekolah seperti Uzumaki Naruto menyukai seorang gadis cupu seperti Hyuuga Hinata? Ya, itu memang tidak salahkan? Lagipula cinta tidak mengenal batasan serta status.
"Eh, ada apa, Hinata?" tanyanya senormal mungkin, yang sebenarnya jantungnya sudah berdebar kencang sejak pemuda Uzumaki bertatap muka dengan gadis Hyuuga tersebut.
"Ano, sebenarnya Naruto-kun sedang apa disini? Tidak biasanya Naruto-kun berada di perpustakaan?" tanya si gadis keheranan ketika dia melihat Naruto berada di perpustakaan, tempat yang anti bagi seorang Naruto sejak awal masuk sekolah ini.
"Ah, i-itu ya? A-aku di hukum oleh Kakashi sensei untuk merapikan buku-buku di perpustakaan karena selama tiga hari ini aku sudah bolos sekolah," jawab si pirang canggung sembari menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal sama sekali, serta senyuman yang dipakasakan kepada lawan bicaranya.
"Oh, begitu ya. Mau ku bantu?" Hinata menawarkan bantuannya pada Naruto dengan wajah yang merona merah sembari menundukan kepalanya, asalkan tidak menatap wajah tampan preman sekolah tersebut.
"Ah, tidak usah, aku tidak ingin merepotkanmu," ujar Naruto menggelengkan kepalanya sembari melanjutkan kembali pekerjaannya yang belum selesai.
"Baiklah kalau begitu, aku permisi dulu ya, Naruto-kun..." gadis Hyuuga tersebut membungkukan badannya sedikit dan segera meninggalkan Naruto sembari menuju ruangan yang bertuliskan 'Staff Only'.
"Ah, iya," balasnya tersenyum.

Sudah beberapa jam berlalu sejak Naruto berkutat dengan hukumannya, dan tidak terasa waktu sudah menunjukan jam istirahat sekolah. Namun beruntung bagi Naruto, karena hari ini para guru sedang melakukan rapat yang entah isi tujuannya apa. Toh, Naruto tidak terlalu peduli dengan isi rapat tersebut.
-20 menit kemudian-
"Akhirnya, selesai juga hukuman yang merepotkan ini."
Naruto meregangkan otot-ototnya yang kaku karena terlalu lama 'berkutat' dengan buku-buku tebal [yang menurut si pirang] sangat membosankan tersebut.
Dan si pirang ini juga merasa heran, kenapa pada jam istirahat seperti ini tidak ada satu pun siswa/siswi yang mengunjungi perpustakaan? Padahalkan pada setiap jam istirahat seperti ini banyak siswa yang datang kemari? Apa karena para guru sedang rapat? Ah, tapi itu bagus untuknya, karena ini akan mempercepat masa hukuman si pirang. Karena untuk sementara tidak akan ada yang merubah posisi buku-buku yang sudah Naruto susun dengan rapi.
"Saatnya pergi ke kantin!" seru Naruto dengan penuh semangat.
Naruto pun mulai melangkahkan kakinya menuju pintu keluar perpustakaan, namun langkahnya seketika terhenti ketika ia mengingat sesuatu.
"Ah iya aku lupa," ujarnya sembari menepuk pelan dahinya. "Aku harus memberi tahu Hinata bahwa hukumanku telah selesai." si pirang kemudian melangkahkan kakinya menuju ruangan khusus anggota perpustakaan tersebut.
Well, walaupun Naruto seorang preman sekolah, dia sudah di ajarkan oleh orang tuanya agar bertanggung jawab pada pekerjaannya walaupun pekerjaan itu telah selesai. Apalagi dihadapan gadis yang disukainya, dan dia tidak ingin citranya semakin jelek di mata sang gadis karena sudah terkenal akan kenakalannya di sekolah.
Naruto pun segera mengetuk pintu berwarna coklat itu sesampainya dia di depan ruang khusus anggota tersebut. Tidak ada jawaban sama sekali dari dalam ketika Naruto sudah mengetuk pintunya beberapa kali. Dia pun kemudian memutuskan untuk masuk ke ruangan tersebut, takut-takut jika terjadi sesuatu pada Hinata, karena tidak merespon ketukan pintunya sama sekali.
Tidak ada siapa-siapa dalam ruangan itu, namun Naruto melihat ada pintu lain lagi di sudut ruangan tersebut. Si pirang pun tidak menyangka bahwa ada ruangan lain lagi di ruang khusus anggota tersebut.
Si pirang mulai mendekati pintu tersebut, agak sedikit terbuka. Diintipnya sedikit kedalam ruangan tersebut, ternyata di ruangan tersebut juga terdapat banyak sekali buku walaupun tidak sebanyak di ruang utama perpustakaan dan juga ruangan tersebut agak sedikit gelap namun masih bisa untuk melihat dengan cukup jelas.
Namun telinga si pirang tiba-tiba menangkap sebuah suara, seperti suara... desahan yang erotis. Kurang merasa yakin dengan pendengarannya Naruto pun memutuskan untuk masuk ke dalam ruangan itu, hanya sekedar untuk memastikan saja.
'Ahh~ shh...'
Suara itu semakin nyaring terdengar di telinganya
'Ngh... ahh...'
Desahan itu terdengar kembali.
Naruto mulai mendekati asal suara tersebut, dan ternyata terdengar semakin jelas.
'Naruto-kun... ohh~'
Si pirang terkejut, kenapa orang itu malah menyebut namanya, bahkan si pirang bisa merasakan bahwa desahannya semakin erotis.
Dan yang lebih mengejutkannya lagi adalah, Hyuuga Hinata. Kini Naruto bisa melihat jelas apa yang sedang di lakukan oleh gadis Hyuuga tersebut dan kenapa bisa sampai terdengar desahan dari ruangan yang sekarang si pirang masuki. Ternyata dia tengah bermasturbasi dengan menggesek-gesekkan kewanitaannya yang masih tertutup panties hitam dengan sisi meja.
"Hi-Hinata!"
Gadis Hyuuga itupun menjadi terkejut, ia mendongakan kepalanya ku sumber suara tersebut, dengan segera dia menurunkan sebelah kakinya yang berada diatas meja tadi.
Kini dia merasa sangat malu, dirinya sudah tertangkap basah tengah bermasturbasi. Bahkan yang memergokinya adalah Naruto sendiri, orang yang selama ini sudah menjadi objek masturbasinya.
"Na-Naruto-kun..." Hinata menundukan kepalanya, tidak berani menatap orang yang sudah memergokinya tengah bermasturbasi.
Naruto melangkahkan kakinya menuju gadis Hyuuga itu, di persempitnya jarak antara dirinya dan Hinata, sehingga kini Hinata terjepit antara meja berpelitur coklat dan Naruto sendiri.
Kedua lengan Naruto pun mencengkram bahu Hinata cukup kencang, dengan tatapan mengintimidasi dia bertanya pada Hinata, "Kenapa kau melakukan semua ini, Hinata?" desisnya yang masih bisa di dengar jelas oleh Hinata.
Hinata memalingkan wajahnya dari tatapan intimidasi dari pemuda Uzumaki tersebut, kini ia sangat takut jika Naruto akan menjauhi dan membencinya karena kejadian tadi.
"I-itu karena..."
"Karena apa?" desak pemuda Uzumaki tersebut.
"Karena aku mencintaimu!" teriaknya dengan suara yang cukup memekakan telinga, karena tidak tahan dengan tatapan mengintimidasi dari si pirang kepadanya.
"Eh," mata pemuda itu melebar, jantungnya berdebar lebih kencang. Apa dia salah dengar dengan apa yang dikatakan oleh gadis dihadapannya ini? "A-apa katamu tadi?"
"Aku melakukan semua ini karena aku mencintaimu!" ulangnya dengan nada yang masih cukup keras. "Aku tahu aku tidak bisa menggapaimu. Apa kau tahu, aku sangat menderita dengan perasaan ini? Setiap hari aku selalu memperhatikanmu dan membayangkanmu. Tapi kau tidak pernah mau melihatku. Apa aku ini sangat menjijikkan di matamu? Jawab aku, Naruto-kun?" tangis pun pecah mengalir di pipi merah Hinata seiring keluarnya perasaan yang selama ini terpendam di hati sang gadis.
"Maafkan aku," ujar sang pemuda memeluk tubuh mungil sang gadis yang ada dihadapannya ini. "Aku juga sebenarnya mencintaimu. Bukannya aku tidak mau melihatmu, tapi aku sadar bahwa aku ini hanyalah seorang biang onar sekolah yang tidak pantas untukmu."
Hinata tidak kuasa untuk memeluk balik tubuh sang pemuda yang ternyata juga mencintainya. Dia senang perasaannya tidak bertepuk sebelah tangan. "Ku mohon jangan tinggalkan aku, Naruto-kun."
Naruto mempererat pelukannya pada Hinata. "Iya," bisiknya di telinga gadis Hyuuga tersebut.
Si pirang mulai melepaskan pelukannya sembari memegang tangan sang gadis. Di tatapnya mata indah itu, perlahan wajah sang Uzumaki mendekati wajah gadis Hyuuga.
Seolah mengerti maksudnya, Hinata lalu memejamkan perlahan kedua mata sayunya.
Kedua bibir itu bertemu, awalnya dilakukan dengan penuh perasaan dan cinta, namun lama-kelamaan ciuman itu berubah menjadi penuh nafsu. Jilat, hisap, kulum, bahkan saling menelan salivadari masing pasangan.
Tangan sang pemuda yang semula diam pasif pun kini mulai bergerak aktif menyusuri tiap inchi tubuh indah nan ramping sang pasangan.
Desahan pun kembali terdengar di telinga sang Uzumaki, terdengar sangat indah dan merdu baginya kali ini.
Menit demi menit pun berlalu, kedua bibir itupun terlepas karena kebutuhan oksigen dari masing pasangan.
"Apa kita harus terus melanjutkannya, Hinata?" bisiknya lirih di telinga sang gadis.
Sebuah anggukan dari sang gadis yang wajahnya sudah memerah karena cumbuan sang pemuda cukup mengindikasikan sebuah persetujuan bagi si pirang untuk melanjutkannya lebih jauh.
"Baiklah. Kita mulai, Hinata," pemuda itupun lalu melanjutkan aksinya, di mulai dari mengecup leher sang gadis, menjilat, menghisap dan menggigit pelan leher jenjang Hinata hingga menimbulkan bekas merah cukup banyak disana.
"Ahh... Shh... Na-Naruto-kun."
Kedua tangannya yang dari tadi digunakan untuk memegangi punggung gadis Hyuuga itupun kini dia gunakan untuk meremas pelan dada Hinata. Besar dan lembut seperti jelly. Itulah kesan yang Naruto rasakan saat meremas dada Hinata.
"Boleh kubuka?" katanya ketika kedua tangannya sudah memegang kancing seragam yang digunakan oleh Hinata.
"Lakukanlah Naruto-kun. Aku ingin kau yang melakukannya pertama kali," ucapnya dengan diiringi derai air mata kebahagiaan, karena sang gadis melakukannya pertama kali bersama orang yang dia cintai.
Naruto yang mendapati sang kekasih 'menangis' pun menjadi khawatir melihat keadaannya. Dia takut, apakah dia sudah melukai perasaannya? "Hi-Hinata, kenapa kau menangis? Apa aku sudah menyakitimu?"
"Tidak Naruto-kun. Tadi aku sudah bilangkan, bahwa kau adalah orang pertama? Dan aku sangat senang Naruto-kun, karena kau orang pertama yang melakukannya," ujarnya tersenyum manis pada Naruto yang seketika membuat wajah si pirang merona merah.
Dia pun ikut tersenyum, "Baiklah, apa perlu aku teruskan?"
"Hmhm," si gadis pun mengangguk, mengizinkan pemuda itu untuk meneruskannya kembali.
Satu-persatu kancing seragam itu terlepas dan menunjukan payudara indah yang masih tertutup bra hitam. Perlahan Naruto meremas payudara Hinata dan menyingkapkan bra tersebut keatas.
Desahan kembali meluncur dari bibir mungil sang gadis ketika si pirang kembali memanjakannya.
"Ngh... ahh... ahn..."
Tangan sang gadis yang digunakan mencengkeram meja untuk menyalurkan rasa nikmatnya kini dia gunakan untuk mencakar dan menjambak rambut kuning kekasihnya.
Bukannya rasa sakit yang dirasakan oleh Naruto, melainkan malah menambah gairah yang berada dalam dirinya untuk semakin ingin bercumbu dengan gadisnya ini.
Desahan gadis Hyuuga itu semakin nyaring memenuhi ruangan tersebut.
"Ahh... Na-Naruto-kun... hi-hisap... hisap sayang..."
Tanpa menunggu lebih lama lagi pemuda itupun segera menghisap benda kecil kemerahan yang berada di puncak dada gadisnya. Bukan hanya di hisap saja, jilat, cium, bahkan memilin dan menggigit pelan dengan bibir dan giginya.
Hinata mendongakan kepalanya keatas ketika merasakan sensasi yang belum pernah dirasakannya ketika dia bermasturbasi selama ini.
"Ngh... terus Naruto-kun... terus lakukan seperti itu... ahh... shh..."
Tangan Naruto yang satu pun tidak tinggal diam saja. Perlahan tangan itu menyusur ke bawah, mengarah ke satu tempat diantara dua paha sang gadis.
Menemukan apa yang dicarinya, jari pemuda itupun mulai menggesek-gesekkan sesuatu yang tertutup oleh panties berwarna hitam itu.
"Ngh... Na-Naru... kyah...!"
Tidak lama panties itu mulai basah oleh suatu cairan yang keluar dari kewanitaan Hinata.
"Ahh... sshh... Naruto-kun... mmn..."
Tangan Naruto pun kini mulai berani menyelusup ke dalam panties Hinata dan mulai memainkan sesuatu di sana tanpa mengacuhkan kedua payudara sang gadis yang terus-menerus di manja oleh mulut dan tangan yang satu milik Naruto.
Sekarang celana pemuda itu sudah benar-benar sesak oleh sesuatu yang masih terbungkus didalam sana.
Hinata yang merasakan sesuatu yang menegang di perutnya pun mulai menyentuh 'benda itu'. Tangan halus itupun mulai membuka risleting celana Naruto dan mengeluarkan kejantanan tersebut dari sarangnya. Di kocoknya pelan kejantanan kekasihnya hingga pemuda Uzumaki tersebut mendesah nikmat.
"Ahh... Hinata~"
Kedua bibir itupun bertemu kembali untuk menyalurkan rasa nikmat yang belum pernah mereka rasakan selama ini tanpa menghentikan rangsangan yang dilakukan oleh masing pasangan.
Kedua bibir itupun terpisah, "Ah... Hi-Hinata, aku sudah tidak tahan lagi. Apa aku boleh melakukannya sekarang?" desahnya lirih pada sang gadis.
"I-iya, a-aku juga sudah tidak tahan lagi, Naruto-kun."
Pemuda Uzumaki itupun mulai memindahkan tubuh sang gadis pada sebuah karpet berbulu berbentuk lingkaran berdiameter 2 meter dan menidurkannya disana, dan langsung menindih tubuh mungil gadis itu.
"Kau sudah siap, Hinata?" tanyanya menatap kedalam mata lavender sang kekasih untuk mencari keyakinan darinya.
Aku siap, Naruto-kun," ujarnya penuh keyakinan.
Dibukanya panties Hinata hingga terlepas dan meletakannya disamping karpet tersebut. Wajahnya mendekat pada kewanitaan sang gadis, lalu dihirupnya dalam-dalam aroma yang sanggup memabukan dirinya tersebut. "Na-Naruto-kun, lakukan sekarang juga. A-aku sudah tidak tahan lagi." kegiatan Naruto pun akhirnya terpaksa terhenti oleh permintaan atau rengekan Hinata, supaya mereka cepat-cepat memainkan permainan cinta mereka.
Permainan cinta mereka pun segera dimulai. Naruto menggesek-gesekkan kejantanannya pada kewanitaan Hinata yang dimaksudkan agar sang gadis agak merasa rileks pada saat melakukannya.
Si pirang pun mulai memasukan kejantanannya secara perlahan pada kewanitaan sang gadis. Sempit. Itulah yang si pirang rasakan saat melakukannya pertama kali. Di dorongnya agak keras kejantanan itu, namun yang dirasakan gadis itu adalah kesakitan yang dirasakan pada kewanitaannya, karena baru pertama kali melakukannya.
"Sa-sakit," gadis itu meringis kesakitan saat kejantanan Naruto mendorongnya terlalu keras.
"Ma-maaf, aku melakukannya terlalu keras, Hinata," ujarnya khawatir.
"Tidak apa, lanjutkan saja," sang gadis mengusap pipi kekasihnya pelan, agar dia tidak terlalu khawatir terhadapnya.
"Baiklah, aku akan melanjutkannya lagi," ujar si pirang setelah perasaannya agak tenang.
Naruto kembali memulai usahanya, kali ini dia melakukannya dengan penuh perasaan. Sedikit demi sedikit kejantanan itu berhasil masuk seluruhnya kedalam kewanitaan Hinata menembus selaput dara-nya. Tak lama darah segar pun keluar dari kewanitaannya, yang menandakan bahwa dia benar-benar masih perawan.
Si pirang berhenti sejenak agar kewanitaan Hinata terbiasa dengan kejantanannya.
"Naruto-kun, kau bisa bergerak sekarang," si gadis memberi isyarat pada si pemuda agar dia cepat-cepat memainkan permainan cinta tersebut.
Gerakan pinggul si pirang itu bergerak secara perlahan, namun sudah memberi efek yang fantastis. Tak pelak hal itupun membuat desahan dan erangan selalu keluar dari mulut mereka berdua.
"Ngh... ahh... mmn... Naruto-kun..."
"Hinata... ahh... shh..."
Lama-kelamaan gerakan pinggul Naruto semakin cepat namun masih terkendali. Tubuh sang gadis yang terus-menerus teraliri rasa nikmat pun tak bisa membuat tubuhnya berhenti menggeliat seperti cacing kepanasan. Dia pun akhirnya mengalungkan kedua lengan serta kakinya ke leher dan pinggang Naruto erat, agar si pirang juga bisa merasakan betapa nikmatnya percintaan panas ini sama seperti yang dia rasakan saat ini.
Peluh telah membasahi tubuh serta seragam mereka yang masih menempel di badan. Dinginnya lantai yang terlapisi karpet pun tidak mereka rasakan. Karena yang kini mereka rasakan adalah panasnya bercinta yang terus berkobar tiada henti, saling membagi kenikmatan dari masing pasangan.
Namun yang mereka sukai dari percintaan ini adalah, mereka bisa mengeluarkan seluruh isi perasaan mereka tanpa adanya perasaan ragu sedikit pun diantara mereka berdua, karena dengan beginilah mereka bisa jujur dengan perasaan mereka masing-masing.

Gerakan itu semakin menggila, si pemuda yang hampir menuju puncaknya terus menggenjot tubuh si gadis yang berada dibawahnya.
Hal yang sama pun terjadi pada si gadis yang hampir menuju puncak, dia terus-menerus mendesah tiada henti, seolah itulah cara satu-satunya untuk mengurangi sedikit rasa nikmat yang kini membelenggu tubuhnya.
"Hi-Hinata, aku sudah ingin..." ujarnya menahan rasa nikmat yang hampir membuatnya gila itu.
"A-aku juga, Naruto-kun..." sama halnya dengan si gadis yang kini mati-matian menahan gelombang nikmat yang mendera tubuhnya dari awal percintaan mereka.
Puncak yang mereka dambakan pun hampir tiba. Hasrat itu sudah semakin tidak terbendung lagi, dengan satu dorongan terakhir ini mereka akan terlepas dari belenggu nikmat yang selama ini menyiksa mereka.
"Hi-Hinata... ahh... shh... ngh..."
"Naruto-kun... ahh... nhah... kyah..."
Tinggal satu dorongan terakhir inilah pertahanan mereka akan runtuh, dan dengan dorongan terakhir ini pula mereka akan menuju puncak yang mereka idamkan.
"KYAAH...!"
"AHHH...!"
Dan dengan teriakan terakhir itulah mereka menuju puncak yang mereka inginkan, pertahanan serta tubuh mereka pun ambruk, ketika sesuatu yang mendesak itupun terlepas. Rasa sayang serta cinta mereka kini telah bersatu seutuhnya, membuat mereka merasa lengkap dalam jalinan yang disebut cinta.

"Apa kau lelah, sayang?" bisik si pirang manja di telinga si gadis.
Wajah gadis itu seketika merona merah mendapati sang kekasih memanggilnya 'sayang' dengan nada yang manja. Namun gadis itu segera tersadar dari keterkejutannya yang belum menjawab pertanyaan dari sang kekasih. "Iya Naruto-kun, aku sangat lelah."
Hening sejenak.
"Naruto-kun..." panggil si gadis pada sang kekasih.
"Hm...?" responnya kemudian.
"Berjanjilah padaku, bahwa kau akan terus mencintaiku dan tidak akan pernah meninggalkanku," katanya menatap mata biru langit yang indah itu.
"Aku berjanji, Hinata," ujarnya tulus, bahwa dia akan menjaga cintanya sampai akhir hayatnya. "Oh iya Hinata..." sambungnya kemudian.
"Ada apa, Naruto-kun?" kata si gadis sembari mengalungkan kedua lengannya dengan manja pada leher sang kekasih.
"Aku ingin bertanya sesuatu padamu. Kenapa gadis sepertimu sampai melakukan hal seperti 'itu', Hinata?" tanya si pirang bingung, karena yang dia tahu adalah gadis yang baru saja bercinta dengannya ini adalah seorang yang pemalu.
Si gadis yang sadar kemana arah pembicaraan si pirang tertuju menjadi panik. Dia bingung, bagaimana cara menjelaskannya pada si pirang? Apa dia mengatakan yang sejujurnya saja? Ah iya, lebih baik dia mengatakan yang sebenarnya saja. "Ano, aku melakukannya karena setiap aku memikirkanmu hatiku semakin merindukanmu. Aku tidak tahu caranya bagaimana mengurangi rasa rinduku ini padamu. Karena setiap kali aku memikirkanmu perasaan ini semakin tidak terbendung saja."
"Jadi itu sebabnya kau melakukan 'itu'?" tebaknya.
"Iya. Maafkan aku, Naruto-kun," ujarnya merasa bersalah dengan apa yang sudah dilakukannya selama ini.
"Tidak apa," balasnya tersenyum pada si gadis sembari mengusap pipi cubby-nya sayang. "Karena mulai sekarang kau tidak perlu melakukannya lagi, Hinata. Kan sudah ada aku," sambungnya yang tiba-tiba jari tangannya menggesek daerah kewanitaan si gadis sembari tersenyum dengan mesum.
"KYAA! MESUM!"
-FIN-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar